Tuesday 7 April 2015

Manusia dan Keadilan



Definisi dan Makna Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keaadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Menurut kamus umum bahasa indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun tidak sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah  pengakuan dan perlakukan yang seimbang antara hak dan kewajiban.


Keadilan Sosial
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan social adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan social dalam bidang ekonomi adalah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci:
Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan:
“sila keadilan social mengandung prinsip bahwa setiap orang Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hokum, politik, ekonomi dan kebudayaan.”
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila (ekaprasetia pancakarsa) sicantumkan ketentuan sebagai berikut:
“dengan sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan masyarakat Indonesia.”
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
1) perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2) Sikap adil terhaclap sesama. rnenjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3) sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4) sikap suka bekerja keras
5) sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahleraan bersama

Keadilan menurut aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada berbagai macam keadilan yaitu :
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal
2. Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraanumum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.


Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.


Kecurangan
Kekurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar,. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya, atau orang itu memang dari hatinya sudah berbuat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha.
Beberapa faktor yang menimbulkan kecurangan, antara lain :
1. Faktor ekonomi
Setiap orang berhak hidup layak dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai makhluk lemah, tempat salah dan dosa. Sangat rentan sekali dengan hal-hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan fikirkan.
2. Faktor peradaban dan kebudayaan
Peradaban dan kebudayaan sangat mempengaruhi mentalitas individu yaqng terdapat didalamnya “sistem kebudayaan” meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang menumbuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani, hamper pada setiap individu di dalamnya sehingga sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakkan keadilan.


Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar  namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.


Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbvulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk social. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkungannyalah yang menyebabkanya. Perbuatan amoral pada hakikatnya perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibanya itu. Mempertahakn hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.


https://wirautamipsi2013.wordpress.com/2013/11/26/ilmu-budaya-dasar-manusia-dan-keadilan/
Mustofa, ahmad, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, solo,1997.
Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma, Jakarta : 2013
https://putrikumalasari.wordpress.com/2011/04/23/ilmu-budaya-dasar-manusia-dan-keadilan/
http://ananda-7.blogspot.com/2010/06/ibd-bab-7-manusia-dan-keadilan.html

No comments:

Post a Comment

Subscribe

Flickr